Mengintip Masa Depan yang Menjanjikan dengan Kemajuan Kecerdasan Buatan
Penulis : Nur Moh. Phathan Asidiqi | Universitas Pamulang
Agen robotik bernama Gato disebut-sebut sebagai awal lahirnya teknologi kecerdasan buatan yang mampu menyamai kecerdasan manusia. Yang perlu diwaspadai, teknologi kecerdasan buatan tak menjadi bumerang bagi kemanusiaan.
Pada 12 Mei 2022, dua puluh peneliti dari DeepMind, sebuah perusahaan teknologi yang berusaha mengembangkan teknologi kecerdasan buatan, menerbitkan laporan perihal perkembangan mutakhir dari apa yang telah mereka upayakan selama ini.
Dalam makalah yang berjudul ”A Generalist Agent” itu, mereka melaporkan bahwa mereka telah berhasil menciptakan sebuah agen robotik yang dinamai Gato, yang mampu melakukan banyak tugas seperti halnya manusia, mulai dari bermain gim video, memberi keterangan gambar, mengobrol, menata batu, hingga memberikan respons teks sesuai konteks.
Tantangan untuk kemanusiaan
Secara sekilas, proyek kecerdasan buatan itu memang tampak merupakan ”ancaman” bagi masa depan manusia.
Bayangkan, ada robot yang tersinggung oleh ucapan atau tindakan kita dan, karena ia tidak dilengkapi oleh program moral untuk memaafkan kesalahan-kesalahan kecil, ia tiba-tiba menggampar kita dari belakang. Berapa banyak orang yang akan tiba-tiba digampar oleh robot yang dipekerjakan sebagai penjaga toko hanya karena mereka menawar barang terlalu murah.
Diskursus soal kecerdasan buatan ini sejak awal memang dibangun dengan standar manusia. Turing Test, misalnya, yang didesain oleh Alan Turing untuk menguji kecerdasan mesin, menjadikan ketakberbedaannya dari manusia sebagai standar. Artinya, jika kita tidak mampu lagi membedakan mana perilaku mesin dan mana perilaku manusia, berarti mesin di situ memiliki kecerdasan yang sama dengan manusia.
Dengan kata lain, mesin dikatakan cerdas jika dan hanya jika ia mampu mengimitasi perilaku manusia sehingga kita yang mengamati tidak lagi mampu membedakannya. Dengan standar ”imitasi” tersebut, proyek kecerdasan buatan seolah-olah memang didesain untuk menyaingi, atau bahkan menggantikan, posisi manusia. Mesin diproyeksikan bisa mengerjakan banyak pekerjaan yang sama dengan lebih baik daripada manusia.
Bayangkan, berapa banyak tenaga kerja yang akan jadi penganggur jika roda ekonomi dunia sebagian besar sudah bisa digerakkan mesin. Ini akan menjadi satu distopia tersendiri bagi masa depan para pekerja.
Tantangan untuk filsafat
Selain untuk kemanusiaan, perkembangan mutakhir kecerdasan buatan juga memberikan tantangan untuk filsafat sebagai sebuah disiplin ilmu yang memikirkan banyak sekali hal. Untuk merespons tantangan itu, sekarang sudah muncul cabang baru filsafat yang disebut ”Filsafat Kecerdasan Buatan” (Philosophy of Artificial Intelligence).
Dalam konteks keilmuan, perkembangan teknologi kecerdasan buatan ini mendesakkan pertanyaan-pertanyaan baru yang belum pernah muncul sebelumnya dalam sejarah filsafat: apa itu hakikat kecerdasan? Apakah beda status ontologis kecerdasan alamiah (natural intelligence) yang dimiliki oleh spesies manusia dan kecerdasan buatan yang dimiliki oleh mesin?
Apakah informasi yang diperoleh dari proses kerja kecerdasan buatan dapat disebut sebagai ”pengetahuan”? Apakah keputusan-keputusan moral yang didasarkan pada pemrosesan informasi oleh kecerdasan buatan juga mengandung satu imperatif etis yang harus dipatuhi? Apakah adanya kecerdasan menunjukkan adanya pikiran/kesadaran? Atau kecerdasan hanya soal perilaku dan pemrosesan informasi dan tak terkait dengan fenomena mental sama sekali?
Pertanyaan-pertanyaan itu adalah beberapa kawasan baru yang muncul akibat perkembangan kecerdasan buatan yang memerlukan telaah dan eksplorasi dari para filsuf.
Dalam diskursus Filsafat Kecerdasan Buatan saat ini, ada satu pembedaan dasar yang diterima secara cukup luas, yaitu pembedaan antara kecerdasan buatan versi kuat (strong AI) dan kecerdasan buatan versi lemah (weak AI).
Kecerdasan buatan versi kuat adalah satu program yang bertujuan untuk menciptakan mesin yang sepenuhnya bisa menyerupai manusia, termasuk aspek mentalnya. Artinya, kecerdasan buatan versi kuat ini tidak hanya pandai berhitung dan membuat keputusan strategis, tetapi juga bisa merasakan pengalaman batin layaknya manusia.
Kecerdasan buatan versi lemah, sebaliknya, bertujuan untuk menciptakan mesin pemroses informasi yang hanya tampak sama seperti manusia, tetapi hakikatnya tidak sama sebab ia tidak memiliki aspek mental dan kesadaran seperti halnya kita.
Kemampuan untuk memahami inilah yang tidak akan pernah bisa diimitasi oleh mesin.
Beberapa orang tampak optimistis bahwa kecerdasan buatan versi lemah ataupun kuat itu pasti dapat dicapai suatu saat nanti—jika bukan saat ini. Namun, seorang filsuf Amerika Serikat, John Searle, membuat satu eksperimen pikiran yang membuktikan bahwa kecerdasan yang kita miliki itu bukan sekadar kemampuan untuk menampilkan perilaku cerdas, melainkan juga kemampuan untuk memahami. Kemampuan untuk memahami inilah yang tidak akan pernah bisa diimitasi oleh mesin.
Komputer bisa saja menunjukkan perilaku cerdas dengan merespons permintaan kita secara tepat. Semisal, jika kita menanyakan sesuatu kepada komputer, ia bisa menjawab dengan benar. Namun, ia tidak akan pernah bisa memahami makna dari apa yang kita tanyakan dan juga jawaban yang ia sendiri berikan—persis seperti orang yang tidak paham bahasa Mandarin, tetapi bisa menjawab pertanyaan orang China berdasarkan buku panduan.
Komputer bekerja hanya sesuai program, seperti halnya orang yang tidak paham bahasa Mandarin itu menjawab pertanyaan tertulis orang China sesuai panduan. Keduanya sama-sama tidak paham dengan apa yang ia terima dan sampaikan meskipun mampu melakukan tugasnya dengan benar.
Eksperimen Searle itu menjadi tantangan tersendiri bagi proyek kecerdasan buatan: apakah kecerdasan komputer masih bisa disebut kecerdasan meskipun tidak disertai dengan pemahaman seperti halnya kecerdasan manusia?
Kolaborasi antardisiplin ilmu
Eksperimen Searle itu menjadi tantangan tersendiri bagi proyek kecerdasan buatan: apakah kecerdasan komputer masih bisa disebut kecerdasan meskipun tidak disertai dengan pemahaman seperti halnya kecerdasan manusia? Artinya, itu adalah interupsi filsafat untuk proyek kecerdasan buatan. Filsafat merespons balik; begitulah salah satu cara berfilsafat di tengah perkembangan teknologi yang semakin gila ini.
Dalam konteks itu, filsafat berfungsi sebagai kritik. Namun, filsafat bukan hanya sebagai kritik. Filsafat juga mesti bersifat konstruktif—dengan, misalnya, menawarkan gagasan atau menyelesaikan problem konseptual dalam proses pengembangan teknologi. Seperti pertanyaan-pertanyaan yang saya sebutkan di atas, ada banyak sekali problem konseptual terkait pengembangan kecerdasan buatan yang perlu ditangani filsafat.
Oleh karena itu, agar pengembangan teknologi kecerdasan buatan ini tidak justru menjadi bumerang bagi kemanusiaan, filsafat perlu menjalankan fungsinya sebagai kritik dan sekaligus pemberi arahan konstruktif. Namun, untuk melakukan ini semua, filsafat juga perlu sadar bahwa ia tidak bisa bekerja sendirian. Filsafat perlu berkolaborasi dengan para ahli dari bidang-bidang ilmu lain, seperti psikologi, biologi, ilmu komputer, antropologi, dan sosiologi.
Dengan demikian, filsafat bisa menjadi ”jembatan ilmu-ilmu” seperti yang saya cita-citakan dan menjadi bagian pokok dari pembangunan ide ”universitas”: sebuah lembaga pendidikan yang menyatukan banyak ragam keilmuan.
Adapun ada Tipe-Tipe Artificial Intelligence Berdasarkan Fungsinya
1. Reactive Machines
Reactive machines merupakan jenis artificial intelligence yang paling mendasar karena kecerdasan buatan ini hanya bisa bereaksi tapi tak mampu menyimpan memori dan belajar dari masa lalu.
Artificial intelligence reactive machines hanya bisa mengambil keputusan yang terbaik di saat itu juga berdasarkan pola yang sudah tertanam. Biasanya jenis kecerdasan buatan ini cuman bisa melakukan satu tugas tertentu saja.
Salah satu contoh dari jenis artificial intelligence ini adalah Deep Blue. Komputer super ini bisa memainkan catur melalui aturan-aturan catur yang sudah dimasukkan ke dalam programnya.
2. Limited Memory
Artificial intelligence jenis limited memory lebih berkembang daripada reactive machine. Kecerdasan buatan jenis ini tidak hanya mampu menjalankan tugas dari data-data yang sudah disediakan, tetapi juga bisa mengevaluasi keadaan dan membuat keputusan berdasarkan pengalaman di masa lampau. Contoh dari artificial intelligence limited memory adalah mobil yang bisa beroperasi secara otomatis.
3. Theory of Mind
Keunikan dari artificial intelligence jenis theory of mind adalah kemampuannya dalam bersosialisasi dengan manusia. Kecerdasan buatan ini bisa memahami emosi manusia dan menganalisisnya agar bisa memprediksi perilaku, pola pikir, dan motivasi lawan bicaranya. Nantinya, mesin atau program akan bereaksi sesuai dengan evaluasi yang sudah dilakukan.
4. Self-awareness
Umumnya, kamu hanya akan melihat artificial intelligence tipe self-awareness di film dan buku fiksi. Untuk saat ini, belum ada artificial intelligence yang berjenis self-awareness karena mesin atau program kecerdasan buatan harus dirancang sedemikian rupa hingga memiliki kesadaran sendiri dan mampu memahami diri sendiri serta orang lain.
Contoh Artificial Intelligence
Artificial intelligence banyak digunakan oleh perusahaan untuk mempermudah pekerjaan mereka dan mengurangi pengeluaran. Tidak hanya Apple dan Amazon, sederetan perusahaan besar juga sudah menerapkan teknologi maju berupa artificial intelligence, seperti Netflix, Meta (Facebook), dan IBM. Berikut adalah beberapa contoh aplikasi dari artificial intelligence:
1. Machine Learning
Mesin atau program dapat menggunakan artificial intelligence untuk bisa memproses dan menganalisis data dalam jumlah besar. Misalnya, program kecerdasan buatan yang dapat menyeleksi dan membuat daftar rekomendasi film bagi penggunanya.
2. Mobil
Mobil juga bisa dipadukan dengan artificial intelligence supaya bisa beroperasi secara otomatis. Kecerdasan buatan digunakan untuk mendeteksi gambar dan menjalankan mobil.
3. Automation
Mesin atau program kecerdasan buatan dapat digunakan untuk melakukan tugas-tugas yang berulang dengan aturan tertentu. Misalnya, program bot di komputer.
4. Robot
Selain mobil, robot merupakan salah satu contoh aplikasi dari artificial intelligence yang paling terkenal. Biasanya, robot dengan kecerdasan buatan dirancang untuk melaksanakan tugas yang sulit dilakukan oleh manusia. Misalnya, robot pembuat mobil dan robot pengangkut barang-barang berat yang berukuran besar.
5. Natural Language Processing (NLP)
Artificial intelligence dapat dipakai untuk memproses bahasa manusia. Umumnya, kecerdasan buatan NPL dibuat untuk mendeteksi spam di surat elektronik, menerjemahkan tulisan, dan melakukan pemahaman bahasa melalui suara ke tulisan (speech recognition).
6. Machine Vision
Artificial intelligence pada mesin atau program bisa dipakai untuk mengambil dan menganalisis informasi secara visual memakai proses konversi analog ke digital, kamera, ataupun proses sinyal digital. Kecerdasan buatan ini bahkan bisa melihat menembus tembok.
Kesimpulan
“Jadi poinnya memang kontrol itu ada di kita. Mau sampai sejauh mana. Tapi jika ditanya apakah mungkin, saya optimis mungkin-mungkin saja. Apakah akan jadi jahat terhadap kita? Ya mudah-mudahan tidak.”
bahwa perkembangan AI saat ini terbilang sangat cepat. Namun kita menekankan, bahwa perkembangan yang pesat ini berlaku pada weak AI yang diciptakan untuk menangani tugas-tugas spesifik, contohnya seperti robot yang berada di pabrik-pabrik mobil. Belum sampai ada yang punya kemampuan layaknya Terminator.